Gubernur NTB Imbau OPD Patuhi Surat Dewan Pers
Cahayantb.Mataram – Gubernur NTB, Dr. TGH. Muhammad Zainul Majdi,
MA mengimbau kepada seluruh jajarannya di Sekretariat Daerah (Setda)
dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk mematuhi surat Dewan Pers.
Isi surat, terkait imbauan agar tidak memberikan Tunjangan Hari Raya
(THR) kepada jurnalis karena sama saja dengan amplop yang bertentangan
dengan kode etik jurnalistik. Sebab THR menjadi kewajiban perusahaan
pers.
“Saya mengimbau, meminta kepada pemerintah Provinsi pedomani yang dikeluarkan Dewan Pers, termasuk yang disampaikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Agar tradisi memberi amplop atau memberi THR dihentikan. Sebab mudarat jangka menengah dan panjang, lebih banyak dibanding kemaslahatan,” kata Tuan Guru Bajang (TGB), ditemui pengurus AJI Mataram, Sabtu (2/6) di Pendopo Gubernur NTB.
“Saya mengimbau, meminta kepada pemerintah Provinsi pedomani yang dikeluarkan Dewan Pers, termasuk yang disampaikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Agar tradisi memberi amplop atau memberi THR dihentikan. Sebab mudarat jangka menengah dan panjang, lebih banyak dibanding kemaslahatan,” kata Tuan Guru Bajang (TGB), ditemui pengurus AJI Mataram, Sabtu (2/6) di Pendopo Gubernur NTB.
Dari pertemuan dengan Gubernur NTB itu selanjutnya AJI Mataram
mengeluarkan pernyataan pers yang disampaikan kesejumlah media di NTB.
Sebagaimana pernyataan pers yang diterima Lombokaktual.com.
Dasar pernyataan Gubernur sesuai surat Dewan Pers Nomor 264/DP-K/V/2018 tentang imbauan Dewan Pers menjelang Idul Fitri 1439 H, terkait dorongan agar jurnalis menjaga sikap moral dan etika demi kepercayaan publik dengan tidak meminta uang atau bingkisan hari raya.
Dipertegas surat edaran Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram nomor 18–Eks./HIM.LBR/AJI Mataram/ VI/ 2018. Isinya, merujuk hasil riset Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) tahun 2017, salah satu dipersoalkan para ahli adalah integritas wartawan di NTB yang dinilai masih rendah, skor 47,75. Hal ini terkait sikap mayoritas jurnalis yang masih mentolerir pemberian amplop dari narasumber.
Dasar pernyataan Gubernur sesuai surat Dewan Pers Nomor 264/DP-K/V/2018 tentang imbauan Dewan Pers menjelang Idul Fitri 1439 H, terkait dorongan agar jurnalis menjaga sikap moral dan etika demi kepercayaan publik dengan tidak meminta uang atau bingkisan hari raya.
Dipertegas surat edaran Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram nomor 18–Eks./HIM.LBR/AJI Mataram/ VI/ 2018. Isinya, merujuk hasil riset Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) tahun 2017, salah satu dipersoalkan para ahli adalah integritas wartawan di NTB yang dinilai masih rendah, skor 47,75. Hal ini terkait sikap mayoritas jurnalis yang masih mentolerir pemberian amplop dari narasumber.
Menurut Gubernur, dengan sikap tegas instansi pemerintah tidak
memberikan THR atau dalam bentuk amplop, akan berkontribusi membangun
pers yang selama ini dicita citakan. Tentang pers yang independen,
berintegritas dan selalu objektif.Masalah amplop dan THR jelang hari
raya diakuinya sudah mentradisi di kalangan pemerintah daerah. Salah
satu profesi yang sering dibicarakan karena disebut menerima, bahkan
meminta adalah jurnalis. Menjadi riskan menurut Gubernur karena tak ada
dasar aturannya.
Gubernur NTB dua periode ini mengapresiasi surat dari Dewan Pers,
termasuk imbauan dari AJI. Ia merasa semangat menjaga integritas itu
sama. Sebab ia mengaku menyadari di era keterbukaan informasi, iklim
demokrasi yang bebas, perlu ada pilar pilar penjaga. Salah satu pilar
itu, adalah pers berintegritas.“Saya sebagai Gubernur mendorong pers
yang berintegritas. (Sebab) itu salah satu pendorong utama dalam kami
mendorong governance yang baik,” harapnya.
Tidak hanya mengingatkan jajarannya soal larangan THR dan amplop,
Gubernur secara khusus mendesak perusahaan pers berperan. Melalui Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), Gubernur akan mendorong
perusahaan pers melaksanakan Undang Undang Ketenagakerjaan Nomor 13
tahun 2003. Bahkan ia meminta Disnakertrans mengecek sejauhmana
perusahaan media melaksanakan peraturan tersebut sesuai Permenaker
Nomor 6 tahun 2016.
“Kalau perusahaan perusahaan pers memenuhi amanat amanat
ketenagakerjaan dan membayarkan semua hak hak jurnalis, saya yakin itu
menjadi semangat baru, menjadi benteng juralis dari godaan godaan (THR
dan amplop),” tandasnya.Pada kesempatan itu, Ketua AJI Mataram Fitri
Rachmawati menjelaskan, surat edaran AJI itu menjadi tradisi tahunan
jelang hari raya, disampaikan kepada Gubernur, Bupati, Walikota, Ketua
DPRD serta kepala instansi daerah sampai vertikal lainnya. Hal ini
menanggapi fenomena oknum jurnalis yang “memburu” amplop dan THR, pada
akhirnya menjadi keluhan para pejabat.
“AJI Mataram memandang pemberian THR oleh pejabat SKPD ini menyalahi
ketentuan. Selain melanggar kode etik, karena sejatinya sesuai ketentuan
Undang-Undang Ketenagakerjaan pembayaran THR adalah kewajiban
perusahaan pers kepada jurnalisnya,” jelas Fitri Rachmawati.
Sementara dasar larangan jurnalis, sesuai dengan Pasal 7 ayat 2 Undang Undang Pers Nomor 40 tahun 1999. Pada pasal ini ditegaskan, wartawan Indonesia menaati kode etik jurnalistik. Penjelasannya, wartawan tidak boleh menyalahgunakan profesi dan menerima suap. “Suap dalam hal ini adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi,” sebut Fitri.
Sebagai bagian dari tanggungjawab untuk meningkatkan mutu kemerdekaan pers di NTB, pihaknya mengajak bersama-sama mewujudkan pers yang sehat dan berintegritas dengan tidak memberikan peluang bagi pelanggaran kode etik.
“Kami berharap seruan Gubernur agar seluruh SKPD untuk menghentikan pemberian THR dan amplop benar-benar bisa dijalankan, begitu pula kepada perusahaan pers agar memenuhi kewajiban mereka membayarkan THR para pekerjanya termasuk para jurnalis,” harapnya. (*)
Sementara dasar larangan jurnalis, sesuai dengan Pasal 7 ayat 2 Undang Undang Pers Nomor 40 tahun 1999. Pada pasal ini ditegaskan, wartawan Indonesia menaati kode etik jurnalistik. Penjelasannya, wartawan tidak boleh menyalahgunakan profesi dan menerima suap. “Suap dalam hal ini adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi,” sebut Fitri.
Sebagai bagian dari tanggungjawab untuk meningkatkan mutu kemerdekaan pers di NTB, pihaknya mengajak bersama-sama mewujudkan pers yang sehat dan berintegritas dengan tidak memberikan peluang bagi pelanggaran kode etik.
“Kami berharap seruan Gubernur agar seluruh SKPD untuk menghentikan pemberian THR dan amplop benar-benar bisa dijalankan, begitu pula kepada perusahaan pers agar memenuhi kewajiban mereka membayarkan THR para pekerjanya termasuk para jurnalis,” harapnya. (*)
No comments