• Berita Terkini

    Bajak Sejarah Nusantara, HTI Produksi Film Propaganda Politik


    Aktivis Hizbut Tahrir di Indonesia (HTI) terus melawan. Mereka terus bergerak. Belum menyerah kalah. meskipun perjuangan mereka salah alamat, tidak berdasar ke dalil dan argumentasi yang kuat, keuletan mereka layak diacung 2 jempol terbalik. Mereka istiqamah di jalan yang salah.
    Mereka menyamar mempergunakan bermacam-macam nama samaran. Untuk segmen ulama dan kyai, mereka menyamar dengan nama Shautul Ulama dan aktifitas Multaqa Ulama Aswaja. Untuk segmen akademisi dan peneliti mereka menyamar mempergunakan nama Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa. Untuk segmen tokoh-tokoh sipil dan hukum mereka menyamar jadi LBH Pelita Ummat. Adapun untuk segmen maha siswa masih mempergunakan nama Gema Pembebasan dan Badan Koordinasi LDK (BKLD). Dan masih banyak lagi nama samaran yang dipakai aktivis HTI.
    Tetapi penyamaran mereka begitu mudah disingkap. Sebab mereka para pemain lama, muka lama dengan narasi dan diksi yang sama persis tatkala mereka masih mempergunakan nama HTI. Jejak digital mereka waktu sebelum badan hukum HTI dicabut, dapat diakses saban waktu. Itu seluruh jadi barang bukti yang sulit dielak.
    seusai tidak menemukan 1 pun ayat dan hadits yang menjanjikan Khilafah Tahririyah akan tegak di Indonesia, mereka coba mencari pembenaran dari sejarah. Mereka memproduksi film Jejak Khilafah di Nusantara. Metode ini sesungguhnya bertentangan dengan doktrin Hizbut Tahrir yang tidak menjadikan sejarah selaku dalil. Tetapi bukan HTI namanya, jika tidak menjilat ludah sendiri.
    Sesat Nalar HTI
    Di balik film tersebut, Ada kekhilafan penalaran dari kalangan aktivis Hizbut Tahrir di Indonesia (HTI) terkait jejak Khilafah Umayyah, Abbasiyah dan Usmaniyah di Nusantara. Kekhilafan-kesalahan itu di antaranya;
    1) Mereka memaknai jejak khilafah selaku khilafah itu sendiri. Seakan-olah Khilafah Umayyah, Abbasiyah dan Usmaniyah pernah tegak di Nusantara. Sebab itu wajib ditegakkan kembali. Pemahaman ini amat salah, irasional dan tidak logis; Karena, jejak ialah bekas, tilas dan tanda yang memperlihatkan keberadaan sesuatu, tapi bukan sesuatu itu sendiri. Jejak khilafah bukan khilafah itu sendiri. Jejak khilafah di Nusantara malah memperlihatkan tidak ada eksistensi Khilafah Umayyah, Abbasiyah dan Usmaniyah di Nusantara.
    2) Jejak Khilafah yang diperlihatkan oleh film tersebut berupa surat, sokongan tenaga pengajar agama Islam dan sokongan angkatan bersenjata dari Khilafah Umayyah, Abbasiyah dan Usmaniyah ke kesultanan-kesultanan di Nusantara dimaknai oleh aktivis HTI selaku futuhat dan penaklukan khilafah kepada kesultanan-kesultanan di Nusantara. Hubungan kerjasama antar negara dinilai selaku futuhat dan penaklukan. Padahal jejak-jejak itu memperlihatkan hubungan diplomatik antar negara yang lazim di dalam hubungan internasional.
    Rasulullah Muhammad saw selaku kepala negara Madinah pernah menyampaikan surat ke raja Najasyi, Romawi, Persia, Muqauqis dan kerajaan lainnya. Surat-surat dan delegasi yang dikirim Rasulullah saw Adalah jejak-jejak negara Madinah di kerajaan target. Apakah dengan surat-surat dan delegasi tersebut menjadikan kerajaan-kerajaan tadi tunduk, berkoalisi dan jadi bagian integral negara Madinah?!
    Rasulullah saw juga pernah menerima hadiah 2 orang jariyah pakaian pakaian dan seeokor bughlah (keledai) selaku kendaraan engkau dari Raja Muqauqis. Hadiah-hadiah tersebut ialah jejak-jejak Kerajaan Muqauqis di Madinah, apakah itu bukti bahwa negara Madinah sudah bagian dari kerajaan Muqauqis?!
    Negara Indonesia menyampaikan tenaga pengajar dan tenaga kerja ke Malaysia, menyampaikan sokongan ke Palestina, mendirikan masjid di di Maryland, Amerika Serikat, dan di Kabul, Afghanistan, menyampaikan imam masjid ke Jepang, dan lain sebagainya. Ini jejak-jejak Indonesia di negara lain. Apakah dengan jejak-jejak tersebut, jadi bukti bahwa Indonesia sudah mem-futuh-kan atau menaklukkan negara lain?!
    3) Aktivis HTI menjadikan jejak-jejak khilafah di Nusantara selaku dalil historis akan tegaknya kembali khilafah di wilayah Indonesia. Padahal yang semestinya diambil dari suatu fakta dan kejadian sejarah bukan fakta dan kejadian itu sendiri, melainkan hikmah, ibrah dan pelajaran di balik fakta dan kejadian tersebut. Secara faktual Khilafah Umayyah, Abbasiyah dan Usmaniyah tidak pernah tegak di Nusantara. Hikmahnya, Khilafah Tahririyah pun sedemikian. Kemustahilan tegaknya Khilafah Tahririyah di Nusantara diperkuat oleh hadits-hadits Nabi saw mengenai hal khilafah ‘ala minhajin nubuwwah ialah Khilafah Mahdiyah yang akan berdiri di Arab.
    Film Jejak Khilafah di Nusantara memperlihatkan HTI miskin nalar dan narasi.Tidak mengandung nilai ilmiah. Film itu membajak sejarah Nusantara selaku propaganda politik yang realitasnya cuma disantap oleh syabab-syabab mereka sendiri.
    Sumber: https://harakatuna.com/bajak-sejarah-nusantara-hti-produksi-film-propaganda-politik.html

    No comments