• Berita Terkini

    Masifkan Pengawasan Partisipatif, Bawaslu NTB Gandeng Organisasi Keagamaan

     


    Muhammad Khuwailid (Suara NTB/dok)

    Mataram – Jelang Pemilu 2024 yang tahapan resminya akan dimulai pada 14 Juni 2022 ini. Mulai dari sekarang Bawaslu Provinsi NTB terus merangkul sejumlah elemen masyarakat untuk turut terlibat aktif melakukan pengawasan partisipatif.

    Salah satu elemen yang digandeng Bawaslu yakni organisasi keagamaan yang ada di NTB. Ketua Bawaslu NTB Muhammad Khuwailid mengatakan, peran strategis dapat dilakukan organisasi keagamaan dalam mengawal proses demokrasi. “Antara lain terlibat membantu masyarakat memastikan jemaah atau kelompoknya mendapat hak pilih. Apakah sudah terdaftar atau tidak, maka organisasi keagamaan dapat mengambil peran mengecek,” katanya.

    Peran strategis ini dapat membantu penyelenggara, khususnya KPU yang kerap mendapat kendala dalam proses pendataan Daftar Pemilih Tetap (DPT). “Kadang pemilih sulit ditemui di rumah, maka organisasi keagamaan dapat mengecek apakah jemaahnya ada yang belum terdaftar dalam DPT,” ulasnya.

    Selanjutnya peran penting organisasi keagamaan dalam menjaga demokrasi dijalankan sesuai dengan relnya. Yakni dengan meminimalisir dampak dari penggunaan agama sebagai alat politik. “Kedua, kita harus belajar dari Pemilu yang telah lalu di mana polarisasi politik (karena sentimen agama) muncul di tengah masyarakat,” imbuhnya.

    Dampak dari polarisasi itu, telah memicu cost sosial yang sangat tinggi. Pada akhirnya mengancam keutuhan bangsa. “Prinsipnya begini, organisasi keagamaan kalau mau masuk politik silakan, tapi jangan menjadikan isu agama untuk menghasut jemaahnya,” ujarnya.

    Polarisasi dengan memainkan sentimen agama dampak perpecahannya bagi bangsa begitu tajam. “Polarisasi dengan isu SARA ini jangan sampai terjadi, mari kita saling menguatkan dan membangun toleransi,” ajaknya. Dikatakannya, perbedaan di negeri ini tidak hanya dalam hal kesukuan, ras, golongan, tetapi juga perbedaan dalam berkeyakinan. Sehingga pada pemilu 2024 nanti diharapkan tidak ada lagi penggunaan politik identitas. “Perbedaan tidak bisa kita hindari, tidak bisa kita seragamkan,” ujarnya.

    Tetapi jangan sampai perbedaan itu dipertajam dengan memainkan isu agama. “Potensi sudah muncul, tidak bisa kita bisa tutup-tutupi, di grup WA menyebar (propaganda semacam itu),” katanya. (ndi)

    Sumber : https://www.suarantb.com/

    No comments