Bamsoet Sebut Omnibus Law Solusi Atasi Tumpang Tindih Peraturan
Ketua MPR RI dan Dosen
Tetap Pascasarjana Universitas Borobudur, Bambang Soesatyo menyebut lahirnya UU
Cipta Kerja sebagai upaya mengatasi tumpang tindih dan pertentangan peraturan
perundang undangan yang ada. Hadirnya Omnibus, menurut Bamsoet, sapaan akrabnya
merupakan solusi atas persoalan tersebut.
Hal itu disampaikan
Bamsoet saat memberikan kuliah tentang Politik Hukum dan Kebijakan Publik
kepada mahasiswa Pascasarjana Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur.
Dalam kuliah tersebut, dibahas mengenai proses pembuatan peraturan kebijakan
publik dan dinamika di baliknya.
Data dari database
peraturan perundang-undangan menunjukkan bahwa Indonesia saat ini telah
memiliki 1.745 undang-undang, 217 Perppu, 4.869 peraturan pemerintah, 18.175
peraturan menteri, 5.817 peraturan badan/lembaga, 18.814 peraturan daerah, dan
58.034 peraturan lainnya.
"Namun, dari
jumlah tersebut, sering terjadi tumpang tindih dan pertentangan antara
peraturan, serta kontroversi di masyarakat terkait kebijakan tertentu,"
jelasnya.
Contoh kasus yang
diangkat adalah UU No.3/2020 tentang Minerba, yang kontroversial karena
dianggap mengabaikan konservasi lingkungan dan tidak mencapai tujuan
kesejahteraan masyarakat.
Bamsoet menyampaikan
bahwa beberapa kontroversi terkait UU tersebut termasuk keterbatasan protes
masyarakat kepada pemerintah daerah, risiko hukuman bagi mereka yang menolak
perusahaan tambang, dan perusahaan tambang tetap dapat beroperasi meskipun
merusak lingkungan.
Dalam upaya mengatasi
tumpang tindih dan konflik antarperaturan, Bambang Soesatyo menjelaskan bahwa
pemerintahan Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan UU Cipta Kerja (No.6/2023)
sebagai solusi. Omnibus Law ini menggantikan lebih dari 80 undang-undang dan
lebih dari 1.200 pasal sekaligus, termasuk revisi pada bidang perpajakan dengan
merevisi 7 UU terkait.
Untuk menghindari
potensi moral hazard, Bambang Soesatyo menekankan bahwa pembahasan UU Cipta
Kerja melibatkan berbagai pihak, termasuk pengusaha, pekerja, organisasi buruh,
perguruan tinggi, dan organisasi kemasyarakatan.
Tujuannya adalah agar
UU tersebut tidak hanya menguntungkan pengusaha tetapi juga memberikan
keuntungan bagi masyarakat pekerja secara umum.
Yakni dengan
mengimplementasikan program seperti jaminan kehilangan pekerjaan, pelatihan
untuk peningkatan keterampilan, dan kemudahan bagi pelaku UMKM dalam
mendaftarkan hak kekayaan intelektual.
Ia juga menjelaskan
bahwa konsep omnibus law, yang berasal dari bahasa Latin yang berarti "for
everything," telah diterapkan oleh beberapa negara lain, termasuk Inggris,
Australia, Jerman, Turki, Filipina, Kamboja, Vietnam, Malaysia, dan Singapura.
Omnibus Law diharapkan
dapat mengurangi birokrasi di sektor investasi dengan menderegulasi peraturan
yang tumpang-tindih, menyederhanakan peraturan, dan meningkatkan efisiensi
dalam implementasi kebijakan.
No comments